Senin, 26 Desember 2011

Apa sih Kanker Serviks dan siapa saja yang bisa terkena penyakit dan virus HPV itu…
Kanker Serviks adalah kanker pada Serviks atau Leher Rahim yaitu area bawah pada rahim
yang menghubungi rahim dengan vagina. Kanker Serviks disebabkan oleh HPV (Human
Papilloma Virus) atau dikenal sebagai Virus Umum. Penyakit mematikan ini ternyata
disebabkan oleh virus yang umum, oleh karenanya kita harus sesegera mungkin melakukan
sesuatu sekarang.

Rabu, 30 November 2011

HIV / AIDS


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yang dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia yang pada akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit walaupun yang sangat ringan sekalipun.
Virus HIV menyerang sel CD4 dan merubahnya menjadi tempat berkembang biak Virus HIV baru kemudian merusaknya sehingga tidak dapat digunakan lagi. Sel darah putih sangat diperlukan untuk sistem kekebalan tubuh. Tanpa kekebalan tubuh maka ketika diserang penyakit maka tubuh kita tidak memiliki pelindung. Dampaknya adalah kita dapat meninggal dunia terkena pilek biasa.
HIV menular dari ibu ke bayi bisa terjadi saat hamil, persalinan dan saat menyusui, dinamakan dengan penularan peri natal. Penularan peri natal merupakan cara tersering penularan pada anak-anak. Jika seorang wanita tertular HIV, maka risiko menularkan ke bayi akan rendah jika kondisi tubuh di pertahankan sesehat mungkin.
Seorang ibu dengan HIV positif merupakan masalah yang harus segera mendapat konseling terutama tentang bagaimana si ibu harus melahirkan anaknya. 90% kasus HIV Pada anak adalah melalui penularan vertikal. Dan ini akan meningkatkan tingkat morbiditas dari bayi yang dilahirkan dari ibu HIV positif.
Oleh karena itu, agar resiko terinfeksi HIV/ AIDS pada bayi menurun, maka penulis mengangkat “Penanganan Persalinan dengan HIV/ AIDS” sebagai judul maklah ini.


1.2  Rumusan Masalah
1. Apakah defenisi HIV/ AIDS  ?
2. Apakah penyebab HIV/ AIDS ?
3. Bagaimanakah tanda dan gajala terinfeksi HIV/ AIDS ?
4. Bagaimanakah bahaya dari HIV/ AIDS ?
5. Bagaimanakah cara penularan HIV/ AIDS ?
6. Bagaimanakan cara mencegah HIV/ AIDS ?
7. Bagaimana hubungan antara HIV/ AIDS dengan ibu hamil ?
8. Bagaimana penatalaksanaan persalinan pada ibu hamil dengan HIV/ AIDS?
9. Bagaimanakah penanganan pada bayi dengan resiko HIV/ AIDS?

1.3  Batasan Masalah
Ada beberapa batasan masalah yang diperoleh dari rumusan masalah,diantaranya:
1.    Apakah HIV/AIDS itu ?
2.    Bagaimana hubungan HIV dengan kehamilan dan ppersalinan ?
3.    Bagaimana penanganan persalinan pada ibu dengan HIV / AIDS serta perawatan bayinya. 

1.4  Tujuan
Tujuan umum:
Untuk melengkapi tugas Gynekologi
Tujuan khusus:
1.      Agar penulis bisa lebih memahami tentang HIV/ AIDS.
2.      Agar penulis mengetahui bagaimana cara pencegahan HIV/ AIDS.
3.      Agar penulis dapat memahami dan memiliki kemampuan serta pengetahuan dalam penanaganan pasien dengan HIV/ AIDS.
4.      Agar penulis mengetahui perawatan bayi dari ibu dengan HIV/ AIDS.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi HIV/ AIDS
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yang dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia yang pada akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit walaupun yang sangat ringan sekalipun.
Virus HIV menyerang sel CD4 dan merubahnya menjadi tempat berkembang biak Virus HIV baru kemudian merusaknya sehingga tidak dapat digunakan lagi. Sel darah putih sangat diperlukan untuk sistem kekebalan tubuh. Tanpa kekebalan tubuh maka ketika diserang penyakit maka tubuh kita tidak memiliki pelindung. Dampaknya adalah kita dapat meninggal dunia terkena pilek biasa.
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome yang merupakan dampak atau efek dari perkembang biakan virus hiv dalam tubuh makhluk hidup. Virus HIV membutuhkan waktu untuk menyebabkan sindrom AIDS yang mematikan dan sangat berbahaya. Penyakit AIDS disebabkan oleh melemah atau menghilangnya sistem kekebalan tubuh yang tadinya dimiliki karena sel CD4 pada sel darah putih yang banyak dirusak oleh Virus HIV.
Ketika kita terkena Virus HIV kita tidak langsung terkena AIDS. Untuk menjadi AIDS dibutuhkan waktu yang lama, yaitu beberapa tahun untuk dapat menjadi AIDS yang mematikan. Seseorang dapat menjadi HIV positif. Saat ini tidak ada obat, serum maupun vaksin yang dapat menyembuhkan manusia dari Virus HIV penyebab penyakit AIDS.
2.2 Penyebab HIV/ AIDS
Penyebab timbulnya penyakit AIDS belum dapat dijelaskan sepenuhnya. Gallo (National Institute of Health, USA) menemukan virus HTL III (Human T. Lymphotropic Virus) yang juga adalah penyebab AIDS. Pada tahun 1986 dari Afrika ditemukan virus lain yang dapat pula menyebabkan AIDS disebut HIV-2 dan berbeda dengan HIV-1 secara genetic maupun antigenic. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa virus HIV telah ada di dalam tubuh sebelum munculnya penyakit AIDS ini. Namun kenyataan bahwa tidak semua orang yang terinfeksi virus HIV ini terjangkit penyakit AIDS menunjukkan bahwa ada faktor-faktor lain yang berperan di sini. Penggunaan alkohol dan obat bius, kurang gizi, tingkat stress yang tinggi dan adanya penyakit lain terutama penyakit yang ditularkan lewat alat kelamin merupakan faktor-faktor yang mungkin berperan. Faktor yang lain adalah waktu. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa kesempatan untuk terkena AIDS meningkat, bukannya menurun dikarenakan faktor waktu.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa HIV secara terus menerus memperlemah sistem kekebalan tubuh dengan cara menyerang dan menghancurkan kelompok-kelompok sel-sel darah putih tertentu yaitu sel T-helper. Normalnya sel T-helper ini (juga disebut sel T4) memainkan suatu peranan penting pada pencegahan infeksi. Ketika terjadi infeksi, sel-sel ini akan berkembang dengan cepat, memberi tanda pada bagian sistem kekebalan tubuh yang lain bahwa telah terjadi infeksi. Hasilnya, tubuh memproduksi antibodi yang menyerang dan menghancurkan bakteri-bakteri dan virus-virus yang berbahaya
Selain mengerahkan sistem kekebalan tubuh untuk memerangi infeksi, sel T-helper juga memberi tanda bagi sekelompok sel-sel darah putih lainnya yang disebut sel T-suppressor atau T8, ketika tiba saatnya bagi sistem kekebalan tubuh untuk menghentikan serangannya. Biasanya kita memiliki lebih banyak sel-sel T-helper dalam darah daripada sel-sel T-suppressor, dan ketika sistem kekebalan sedang bekerja dengan baik, perbandingannya kira-kira dua banding satu. Jika orang menderita penyakit AIDS, perbandingan ini kebalikannya, yaitu sel-sel T-suppressor melebihi jumlah sel-sel T-helper. Akibatnya, penderita AIDS tidak hanya mempunyai lebih sedikit sel-sel penolong yaitu sel T-helper untuk mencegah infeksi, tetapi juga terdapat sel-sel penyerang yang menyerbu sel-sel penolong yang sedang bekerja.
2.3 Tanda dan Gejala
2.3.1. AIDS
AIDS merupakan manifestasi lanjutan HIV. Selama stadium individu bisa saja merasa sehat dan tidak curiga bahwa mereka penderita penyakit. Pada stadium lanjut, system imun individu tidak mampu lagi menghadapi infeksi Opportunistik dan mereka terus menerus menderita penyakit minor dan mayor Karen tubuhnya tidak mampu memberikan pelayanan.
Angka infeksi pada bayi sekitar 1 dalam 6 bayi. Pada awal terinfeksi, memang tidak memperlihatkan gejala-gejala khusus. Namun beberapa minggu kemudian orang tua yang terinfeksi HIV akan terserang penyakit ringan sehari-hari seperti flu dan diare. Penderita AIDS dari luar tampak sehat. Pada tahun ke 3-4 penderita tidak memperlihatkan gejala yang khas. Sesudah tahun ke 5-6 mulai timbul diare berulang, penurunan berat badan secara mendadak, sering sariawan di mulut dan terjadi pembengkakan didaerah kelenjar getah bening. Jika diuraikan tanpa penanganan medis, gejala PMS akan berakibat fatal.
2.3.2  HIV
Infeksi HIV memberikan gambaran klinik yang tidak spesifik dengan spectrum yang lebar, mulai dari infeksi tanpa gejala (asimtomatif) pada stadium awal sampai dengan gejala-gejala yang berat pada stadium yang lebih lanjut. Perjalanan penyakit lambat dan gejala-gejala AIDS rata-rata baru timbul 10 tahun sesudah infeksi, bahkan dapat lebih lama lagi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya HIV menjadi AIDS belum diketahui jelas. Diperkirakan infeksi HIV yang berulang – ulang dan pemaparan terhadap infeksi-infeksi lain mempengaruhi perkembangan kearah AIDS. Menurunnya hitungan sel CDA di bawah 200/ml menunjukkan perkembangan yang semakin buruk. Keadaan yang buruk juga ditunjukkan oleh peningkatan B2 mikro globulin dan juga peningkatan I9A.
Perjalan klinik infeksi HIV telah ditemukan beberapa klasifikasi yaitu :
a.       Infeksi Akut : CD4 : 750 – 1000
Gejala infeksi akut biasanya timbul sedudah masa inkubasi selama 1-3 bulan. Gejala yang timbul umumnya seperti influenza, demam, atralgia, anereksia, malaise, gejala kulit (bercak-bercak merah, urtikarta), gejala syaraf (sakit kepada, nyeri retrobulber, gangguan kognitif danapektif), gangguan gas trointestinal (nausea, diare). Pada fase ini penyakit tersebut sangat menular karena terjadi viremia. Gejala tersebut diatas merupakan reaksi tubuh terhadap masuknya unis yang berlangsung kira-kira 1-2 minggu.
b.      Infeksi Kronis Asimtomatik : CD4 > 500/ml
Setelah infeksi akut berlalu maka selama bertahun-tahun kemudian, umumnya sekitar 5 tahun, keadaan penderita tampak baik saja, meskipun sebenarnya terjadi replikasi virus secara lambat di dalam tubuh. Beberapa penderita mengalami pembengkakan kelenjar lomfe menyeluruh, disebut limfa denopatio (LEP), meskipun ini bukanlah hal yang bersifat prognostic dan tidak terpengaruh bagi hidup penderita. Saat ini sudah mulai terjadi penurunan jumlah sel CD4 sebagai petunjuk menurunnya kekebalan tubuh penderita, tetapi masih pada tingkat 500/ml.
c.        Infeksi Kronis Simtomatik
Fase ini dimulai rata-rata sesudah 5 tahun terkena infeksi HIV. Berbagai gejala penyakit ringan atau lebih berat timbul pada fase ini, tergantung pada tingkat imunitas pemderita.
1)      Penurunan Imunitas sedang : CD4 200 – 500
Pada awal sub-fase ini timbul penyakit-penyakit yang lebih ringan misalnya reaktivasi dari herpes zoster atau herpes simpleks. Namun dapat sembuh total atau hanya dengan pengobatan biasa. Keganasan juga dapat timbul pada fase yang lebih lanjut dari sub-fase ini dan dapat berlanjut ke sub fase berikutnya, demikian juga yang disebut AIDS-Related (ARC).
2)      Penurunan Imunitas berat : CD4 < 200
Pada sub fase ini terjadi infeksi oportunistik berat yang sering mengancam jiwa penderita. Keganasan juga timbul pada sub fase ini, meskipun sering pada fase yang lebih awal. Viremia terjadi untuk kedua kalinya dan telah dikatakan tubuh sudah dalam kehilangan kekebalannya.
Untuk memastikan apakah seseorang kemasukan virus HIV, ia harus memeriksakan darahnya dengan tes khusus dan berkonsultasi dengan dokter. Jika dia positif mengidap AIDS, maka akan timbul gejala-gejala yang disebut degnan ARC (AIDS Relative Complex) Adapun gejala-gejala yang biasa nampak pada penderita AIDS adalah:
a.      Dicurigai AIDS pada orang dewasa bila ada paling sedikit dua gejala mayor dan satu gejala minor dan tidak ada sebab-sebab imunosupresi yang lain seperti kanker,malnutrisi berat atau pemakaian kortikosteroid yang lama.
1.       Gejala Mayor
«  Penurunan berat badan lebih dari 10%
«  Diare kronik lebih dari satu bulan
«  Demam lebih dari satu bulan
2.      Gejala Minor
«  Batuk lebih dari satu bulan
«  Dermatitis preuritik umum
«  Herpes zoster recurrens
«  Kandidias orofaring
«  Limfadenopati generalisata
«  Herpes simplek diseminata yang kronik progresif
b.      Dicurigai AIDS pada anak. Bila terdapat palinh sedikit dua gejala mayor dan dua gejala minor, dan tidak terdapat sebab – sebab imunosupresi yang lain seperti kanker, malnutrisi berat, pemakaian kortikosteroid yang lama atau etiologi lain.
1.      Gejala Mayor
«  Penurunan berat badan atau pertmbuhan yang lambat dan abnormal
«  Diare kronik lebih dari 1bulan
«  Demam lebih dari1bulan
2.      Gejala minor
«  Limfadenopati generalisata
«  Kandidiasis oro-faring
«  Infeksi umum yang berulang
«  Batuk parsisten
«  Dermatitis
2.4 Bahaya HIV / AIDS
Diantara dampak negatif dari kemudahan komunikasi di antara anggota masyarakat secara global ke dalam negara kita adalah muncul dan berkembangnya penyakit berbahaya antara lain HIV/AIDS. Samapai saat ini belum ada obat yang ditemukan untuk mengobati penyakit HIV/ AIDS ini.
Bahaya HIV/AIDS antara lain  :
1.      AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus HIV yang mudah menular dan mematikan. Virus tersebut merusak system kekebalan tubuh manusia, dengan akibat turunnya/hilangnya daya tahan tubuhnya sehingga mudah terjangkit dan meninggal karena penyakit infeksi, kanker lainnya. Dan sampai saat ini belum ditemukan vaksin pencegahnya atau obat untuk penyembuhannya.
2.      Menurut perhitungan WHO (1992) tidak kurang dari 3 orang di seluruh dunia terkena infeksi virus AIDS setiap menitnya. Dan yang mengerikan adalah jumlah penderita 70% adalah kalangan pemuda, usia produktif.
3.      Kelompok resiko tinggi terjangkitnya penyakit bahaya ini adalah homoseksual, heteroseksual, promiskuitas, penggunaan jarum suntik pecandu narkotik dan free sex serta orang-orang yang mengabaikan nilai-nilai moral, etik, dan agama (khususnya para remaja/generasi muda usia 13-25 tahun).
4.      Pola dan gaya hidup barat sebagai konsekuensi modernisasi, industrialisasi dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, telah menyebabkan perubahan-perubahan nilai kehidupan yang cenderung mengabaikan nilai-nilai moral, etik, dan agama, termasuk nilai-nilai hubungan seksual antar individu.
5.      Permasalahan lain yang berdampak sangat tinggi bagi penularan virus AIDS adalah remaja yang meninggalkan rumah menjadi anak jalanan, dan tuna susila yang melakukan seksual aktif dan pecandu narkoba secara bebas dan tidak terjaga kebersihan/kesehatannya.
2.5 Cara Penularan HIV/ AIDS
HIV hidup dicairan tubuh seperti darah, semen dan cairan dari orang yang terinfeksi HIV. Virus menjadi tersebar bila cairan-cairan tubuh tersebut masuk ke tubuh orang lain. HIV bias tersebar dengan cara :
1.      Hubungan seksual yang tidak aman dengan orang yang terinfeksi virus.
2.      Jarum dan alat suntik yang tidk steril, atau benda tajam lain yang menusuk atau menyayat kulit.
3.      Transfusi darah, bila darah tersebut belum diperiksa apakah bebas dari HIV.
4.      Ibu hamil yang terinveksi HIV menularkan ke bayi sewaktu hamil, melahirkan dan menyusui
5.      Darah terinfeksi yang masuk ke dalam sayatan atau luka terbuka orang lain.
6.      Pertolongan persalinan yang tercemar virus HIV.
AIDS tidak menular karena:
1.       Berjabat tangan, bersentuhan dengan badan, pakaian, dan barang-barang penderita HIV/AIDS
2.      Gigitan serangga atau nyamuk
3.      Bercium pipi
4.      Makanan dan minuman
5.      Hidup serumah dengan penderita, asalkan tidak melakukan hubungan seksual.
6.      Berenang bersama-sama dalam satu kolam renang
7.       Penderita bersin dan batuk di dekat kita
8.       Menggunakan WC yang sama dengan penderita HIV/AIDS
9.       Satu kantor atau sekolah, dll.
Namun demikian tetap perlu diwaspadai apabila ada kulit kita yang terluka dapat menjadi pintu masuknya virus HIV.
2.6 Pencegahan HIV/ AIDS
Untuk mencegah penularan HIV/ AIDS dan menurunkan angka terinfeksi virus ini, kita dapat :
1.      Melakukan penyebarluasan informasi HIV/AIDS kepada teman, kelompok, dan keluarganya untuk mengurangi keresahan akibat berita yang salah dan menyesatkan.
2.      Menghindari atau mencegah penyebaran HIV/AIDS pada diri sendiri, keluarga, dan kelompoknya dengan jalan antara lain:
a.       Mempertebal iman dan taqwa agar tidak terjerumus ke dalam hubungan seksual pra nikah dan di luar nikah serta berganti-ganti pasangan.
b.      Hindari alat tercemar
§  Alat kedokteran disteril (disucihamakan) dengan betul
§  Jarum suntik jangan bergantian dan tidak mengkonsumsi narkoba
§  Alat cukur jangan bergantian
§  Jarum tindik, tato, alat salon harus steril
§  Hati-hati bila kerokan
c.       Penderita HIV/AIDS sadar untuk tidak menularkan penyakit pada orang lain
d.      Hindarkan penyalahgunaan obat narkotika, alkoholisme dan segala bentuk pornografi yang dapat merangsang ke arah perbuatan seksual yang menyimpang.
e.       Kalau suami istri sudah terinfeksi virus HIV, maka pakailah kondom dengan benar dalam melakukan hubungan seksual.
f.       Melakukan tindakan pengamanan terhadap pencemaran virus HIV/AIDS melalui jarum suntik, transfusi darah, dan luka yang terbuka.
g.      Bagi wanita pengidap virus HIV dianjurkan untuk tidak hamil.
h.      Hindarkan pemakaian pisau cukur, gunting kuku, atau sikat gigi milik orang lain.

2.7 Hubungan HIV/ AIDS dengan Ibu Hamil
Seorang ibu dengan HIV positif merupakan masalah yang harus segera mendapat konseling tentang terutama bagaimana si ibu harus melahirkan anaknya. 90% kasus HIV pada anak adalah melalui penularan vertikal. Dan ini akan meningkatkan tingkat morbiditas dari bayi yang dilahirkan dari ibu HIV positif.
Tabel di bawah ini menunjukkan resiko penularan HIV dari ibu ke bayi menurut de cock dkk, 2000
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiiKM2Kq_qz7eFg768VCuObeT0bHqQpWTAkrnxoxtM6bGv9wMcpAHupoq6m0OTlLOamMF3kYvydSWd5K1rYgud7deIDK8-R9PIQX10Nr6BnA51G5SSxc1HNhDMMDFyoWii27FEg7oPUO0ne/s400/Resiko+HIV.png
 Hal yang perlu disiapkan pada ibu hamil (sesuai dengan modul PMTCT) adalah Ibu hamil bisa tertular HIV melalui hubungan seksual dengan pasangan/suami pengidap HIV, dapat juga melalui transfusi darah yang terinfeksi HIV, atau penggunaan obat-obat terlarang melalui jarum suntik.
Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkannya pada bayi yang dikandungnya melalui plasenta pada masa kehamilan, pada saat proses persalinan, serta melalui ASI pascapersalinan.
Secara keseluruhan, 20-30% penularan terjadi selama periode kehamilan, dan hampir 80% terjadi pada saat persalinan, dengan cara transfusi darah ibu ke bayi melewati plasenta pada saat kontraksi persalinan atau dari hasil paparan darah dan cairan ketuban atau serviks dan vagina ibu yang telah terifeksi HIV.
Pemberian ASI adalah mekanisme penularan utama pada periode pascapersalinan. Risiko penularan vertikal dari ibu ke janin berbanding lurus dengan konsentrasi virus dalam darah ibu (maternal viral load) dan berbanding terbalik dengan level CD4 dalam darah ibu.
Jadi HIV dapat ditularkan dari ibu ke bayinya dengan tiga cara yaitu di dalam uterus (lewat-plasenta) sewaktu persalinan atau melalui air susu ibu. Pada bayi yang menyusui kira-kira separuhnya transmisi terjadi sewaktu sekitar persalinan, sepertiganya melalui menyusui ibu dan sebagian kecil di dalam uterus. Bayi terinfeksi yang tidak disusui ibunya, kira-kira dua pertiga dari transmisi terjadi sewaktu atau dekat dengan persalinan dan sepertiganya di dalam uterus.
Kehamilan bisa berbahaya bagi wanita dengan HIV atau AIDS selama persalinan dan melahirkan. Ibu sering akan mengalami masalah-masalah sebagai berikut :
a.        Keguguran
b.      Demam, infeksi dan kesehatan menurun.
c.       Infeksi serius setelah melahirkan, yang sukar untuk di rawat dan mungkin mengancam jiwa ibu.
Penanganan yang dapat dialkukan pada ibu yang positif HIV adalah :
1.      Penapisan dilakukan sejak asuhan antenatal dan pengujian dilakukan atas permintaan pasien dimana setelah proses konseling risiko PMS dan hubungannya dengan HIV, yang bersangkutan memandang perlu pemeriksaan tersebut.
2.      Upayakan ketersediaan uji serologic
3.      Konseling spesifik bagi mereka yang tertular HIV, terutama yang berkiatan dengan kehamilan da risiko yang dihadapi
4.      Bagi golongan risiko tinggi tetapi hasil pengujian negative lakukan konseling untuk upaya preventif (penggunaan kondom)
5.      Berikan nutrisi dengan nilai gizi yang tinggi, atasi infeksi oportunistik
6.      Lakukan terapi (AZT sesegera mungkin, terutama bila konsentrsi virus (30.000-50.000) kopi RNA/Ml atau jika CD4 menurun secara dratis
7.      Tatalaksana persalinan sesuai dengan pertimbangan kondisi yang dihadapi (pervaginanm atau perabdominam, perhatikan prinsip pencegahan infeksi).

2.8 Penatalaksanaan Persalinan pada Ibu Hamil Dengan HIV
Untuk mengurangi resiko tranmisi HIV yang terutama terjadi pada saat intrapartum, beberapa peneliti mencoba membandingkan tranmisi antara odha yag menjalani seksio sesarea dengan partus pervaginam. Persalinan dengan sesio sesarea dipikirkan dapat mengurangi paparan bayi dengan cairan serkovaginal yang mengandung HIV. Bila odha hamil memilih persalinan seksio sesarea maka resiko semakin rendah yaitu dibawah 1%.
Yang sangat penting, selama proses persalinan penolong kelahiran harus menggunakan prosedur pencegahan infeksi. Mulai dari mencuci tangan, sampai pada perlindungan. Yakni gunakan sarung tangan, kacamata, masker, sepatu boot. Tujuannya untuk menghindari percikan cairan dari penderita HIV.
Rekomendasi cara persalinan untuk mengurangi tranmisi HIV dari ibu ke anak, yaitu :
1.      Ada beberapa regimen yang harus didiskusikan dengan jelas. Odha harus mendapat terapi ART regimen PACTG 076. Odha dilakukan konseling tentang seksio sesarea untuk mengurangi resiko tranmisi dan resiko komplikasi pasca operasi, anestesi dan resiko operasi lain padanya.
Jika diputuskan seksio sesarea, seksio direncanakan pada minggu ke-38 kehamilan. Selama seksio, odha mendapat AZT intravena yang dimulai 3 jam sebelumnya, dan bayi mendapat AZT sirup selama 6 minggu. Keputusan akan meneruskan AZTsetelah melahirkan atau tidak tergantung pada hasil pemer
iksaan kadar virus CD4

2.      Regimen ART yang digunakan tetap diteruskan. Odha harus mendapat konseling bahwa kadar HIV nya mungkin tidak turun sampai kurang 1000 kopi/mL ssebelum persalinan, sehingga dianjurkan untuk melakukan seksio sesarea. Demikian juga dengan resiko komplikasi seksio yang mengikat, seperti infeksi pasca persalinan, anastesi dan operasi. Jia diputuskan seksio sesarea, seksioo direncanakan pada minggu ke-38 kehamilan. Selama seksio, odha mendapatAZT intravena yang dimulai minimal 3 jamsebelumnya. ARAT lain dapt diteruskan sebelum dan sesudah persalinan. Bayi mendapat AZT sirup selama 6 minggu.

3.      Odha hamil yang sedang mendapat kombinasi ART, dan kadar HIV tidak terdeteksi mungkin kurang dari 2%, bahkan pada persalinan pervaginam. Pemilihan cara persalinan harus memeperimbangkan keuntungan resiko komplikasi seksio.

4.      AZT intravena segera diberikan. Jika kemajuan persalinan cepat, odha ditawarkan untuk menjalani persalinan pervaginam. Jika dilatasi servik minimal dan diduga persalinan akan berlangsung lama, dapat dipilih AZT intravena dan melakukan seksio sesarea atau pitosin untuk memepercepat persalianan. Jika odhadiputuskan untuk menjalani persalinan pervaginam, electrode kepala, monitor invasive dan alat bantu lain sebaiknya dihindari. Bayi sebaiknya mendapat AZT sirup selama 6 minggu.
Penting bagi penderita untuk tetap melanjutkan pengobatan setelah melahirkan. Sebuah studi tahun 1994 menunjukkan bahwa pemberian terapi Zidovudine pada wanita hamil dengan HIV positif selama kehamilan serta pemberian pada bayi 8-12 jam setelah kelahiran sampai 6 minggu sesudahnya mengurangi risiko penularan sampai 66%.
Sebagai perbandingan, hanya 8% bayi yang terinfeksi HIV dilahirkan dari ibu yang diterapi dengan ZDV, dan 25% bayi terinfeksi HIV dilahirkan dari ibu yang tidak mendapatkan terapi sama sekali. Tidak dilaporkan juga adanya efek samping yang berat dari penggunaan obat ini, kecuali pada beberapa kasus didapatkan adanya anemia ringan pada bayi yang akan segera membaik begitu pengobatan dihentikan. Bayi dengan HIV negatif yang dilahirkan dari ibu dengan HIV positif yang tetap menjalani pengobatan dapat tumbuh dan berkembang secara normal.
HIV dan AIDS masih menjadi masalah kesehatan yang harus ditanggapi dengan serius karena hingga saat ini belum ada obatnya. Jika seorang ibu hamil terinfeksi HIV, harus dicamkan bahwa HIV dapat ditularkan ke bayi yang dikandung. Tetapi kini sudah ada banyak cara, pengobatan maupun pencegahan untuk meminimalkan risiko penularan HIV dari ibu ke bayi. Melanjutkan pengobatan HIV setelah persalinan penting artinya untuk ibu maupun bayi yang dilahirkan. Dengan pengobatan yang berkelanjutan, penderita HIV dapat melanjutkan hidup dengan lebih optimal
2.9 Penanganan Bayi Dengan Resiko HIV/ AIDS
Bayi yang terlahir dari ibu positif HIV tidak selalu tertular virus, dan penularan HIV pada bayi tersebut baru bisa diketahui setelah usianya menginjak 18 bulan.  Tetapi perlu dilakukan upaya meminimalkan penularan virus HIV pada bayi , dengan memberikan obat profilaksis pada setiap bayi yang terlahir dari rahim ibu yang positif mengidap virus HIV.
Berhubungan dengan masalah pemberian ASI boleh saja dilakukan dan memang lebih baik, meskipun tetap memiliki risiko terhadap penularan HIV pada bayi.
Yang harus diperhatikan :
a.       Wanita yang HIV-positif dan memilih untuk mengganti ASI dengan SUFOR harus dilakukan konseling tentang keamanan dan penggunaan yang benar akan SUFOR
b.      Wanita yang HIV-positif dan memilih untuk memberikan ASI eksklusif bisa memberi secara eksklusif selama 6 bulan. Tetapi tetap harus diingatkan kemungkinan risiko bayinya tertular dalam 6 bulan pertama, diberikan terapi pencegahan dan pengobatan sedini mungkin jika timbul peradangan pada payudara (mastitis) .
c.       Setelah 6 bulan, sewaktu bayi menjadi lebih kuat dan besar, bahaya diare dan infeksi menjadi lebih baik. ASI dapat diganti dengan susu lain dan memberikan makanan tambahan. Dengan cara ini bayi akan mendapat manfaat ASI dengan resiko lebih kecil untuk terkena HIV.

Gejala umum yang ditemukan pada bayi dengan infeksi HIV adalah gangguan tumbuh kembang, kondisi diasis oral, dan diare kronis.

BAB III
PENUTUP
3.1     Kesimpulan
HIV adalah kuman yang sangat kecil, yang disebut virus yang tidak bisa terlihat oleh manusia. AIDS adalah penyakit yang berkembang kemudian, setelah seseorang terkena infeksi HIV, virus AIDS. Penularan HIV pada wanita terjadi melalui pemakaian obat terlarang injeksi 51%. Wanita hetero seksusal 34%, transfuse darah 8% dan tidak diketahui sebanyak 7%. Sedangkan penularan HIV pada bayi dan anak bisa melalui jalur vertical (ibu ke bayi), darah, penularan melalui hubungan seks (pelecehan seksual pada anak), dan pemakaian alat kesehatan yang tidak steril.
Penanganan persalinan pada penderita HIV harus dilakukan dengan baik dan aman. Penolong persalinan harus mengunakan perlengkapan pencegahan infeksi, agar tidak tertular HIV.
Gejala umum yang ditemukan pada bayi dengan infeksi HIV adalah gangguan tumbuh kembang, kondisi diasis oral, dan diare kronis. Penularan HIV dari ibu ke bayi bisa dicegah mulai saat hamil, saat melahirkan dan setelah lahir.

3.2     Saran
Ssetelah membaca makalah ini, diharapkan kepada da penulis dan pembaca supaya lebih memahami apa itu penyebab, penanganan serta tanda-tanda dan gejala HIV/AIDS agar tidak lebih terkena infeksi.
Selain itu juga diharapkan tenga kesehatan , khusunya bidan dapat memahami penatalaksanaan pasien yang didapat dengan terinfeksi HIV, serta dapat meminimalisir kemungkinan terinfeksi virus HIV ini, baik kepada masyarakat juga terhadap bayi pada wanita hamil.